Jumat, 29 Juni 2012

Manusia dan Kegelisahan

A. Pengertian Kegelisahan
Kegelisahan berasal dari kata “gelisah”. Gelisah artinya rasa yang tidak tentram di hati atau merasa selalu khawatir, tidak dapat tenang (tidurnya), tidak sabar lagi (menanti), cemas dan sebagainya. Kegelisahan menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, artinya merasa gelisah, khawatir, cemas atau takut dan jijik. Rasa gelisah ini sesuai dengan suatu pendapat yang menyatakan bahwa manusia yang gelisah itu dihantui rasa khawatir atau takut.

Manusia suatu saat dalam hidupnya akan mengalami kegelisahan. Kegelisahan ini, apabila cukup lama hinggap pada manusia, akan menyebabkan suatu gagguan penyakit. Kegelisahan yang cukup lama akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia.
Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkahlaku atau gerak gerik seseorang dalam situasi tertentu. Gejala gerak gerik atau tingkah laku itu umumnya lain dari biasanya, misalnya berjalan mondar-mandir dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala, duduk merenung sambil memegang kepala, duduk dengan wajah murung,malas bicara, dan lain-lain.kegelisahan juga merupakan ekspresi dari kecemasan. Masalah kecemasan atau kagalisahan berkaitan juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tercapai.
Tragedi dunia modern tidak sedikit dapat menyebabkan kegelisahan. Hal ini mungkin akibat kebutuhan hidup yang meningkat, rasa individualistis dan egoisme, persaingan dalam hidup, keadaan yang tidak stabil, dan seterusnya. Kegelisahan dalam konteks budaya dapatlah dikatakan sebagai akibat adanya instink manusia untuk berbudaya, yaitu sebagai upaya untuk mencari “kesempurnaan”. Atau, dari segi batin manusia, gelisah sebagai akibat noda dosa pada hati manusia. Dan tidak jarang akibat kegelisahan seseorang, sekaligus membuat orang lain menjadi korbannya.
Penyebab kegelisahan dapat pula dikatakan akibat mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri hidup. Kehidupan ini yang menyebabkan mereka menjadi gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah, mereka hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Orang yang tidak mempunyai dasar dalam menjalankan tugas (hidup), sering ditimpa kegelisahan. Kegelisahan yang demikian sifatnya abstrak sehingga disebut kegelisahan murni, yaitu kegelisahan murni tanpa mengetahui apa penyebabnya. Bentuk- bentuk kegelisahan manusia berupa keterasingan, kesepian, ketidakpastian. Perasaan-perasaan semacam ini silih berganti dengan kebahagiaan, kegembiraan dalam kehidupan manusia.  Tentang perasaan cemas ini, Sigmund Freud membedakannya menjadi tiga macam, yaitu :
1) Kecemasan obyektif (kenyataan), kegelisahan ini mirip dengan kegelisahan terapan dan kegelisahan ini timbul akibat adanya pengaruh dari luar atau lingkungan sekitar.
Contoh :  
Tini seorang ibu muda, mempunyai anak berumur dua tahun, Tina namanya. Tina tumbuh sehat, montok, lucu, lincah, dan sangat akrab dengan ibunya. Hampir seluruh waktu Tini tercurahkan untuk Tina. Ia keluar kerja demi Tina, anak yang baru seorang itu. Sekonyong-konyong Tina sakit ; muntah-muntah disertai buang air. Tini bingung, anaknya segera dibawa kerumah sakit. Kata dokter, Tina harus dirawat di rumah sakit dan tidak boleh ditunggui. Tina menangis terus, tetapi ibunya harus meninggalkannya. Tini gelisah, cemas, khawatir, memikirkan nasib anaknya.
Pada contoh tersebut jelas bagi kita, bahwa kecemasan yang diderita oleh ibu Tini adalah karena adanya bahaya dari luar yang mengancam anaknya.
2) Kecemasan neurotik (saraf). Kecemasan ini timbul akibat pengamatan tentang bahaya dari naluriah. Menurut Sigmund freud kecemasan ini dibagi dalam tiga macam, yakni :
  • Kecemasan yang timbul akibat penyesuaian diri dengan lingkungan.  Kecemasan ini timbul karena orang itu takut akan bayangannya sendiri, atau takut akan idenya sendiri, sehingga menekan dan menguasai ego.

Contoh :
Ujang anak laki-laki berumur 10 tahun, duduk di kelas 4 SD. Pada suatu hari ia diberi tahu ayahnya bahwa bulan depan ayahnya pindah ke kota lain. Mereka sekeluarga harus pindah. Sudah tentu ia harus ikut. Jadi, ia harus pindah sekolah ke kota tempat ayahnya bertugas.  Ibunya tampak gelisah, karena ia telah merasa betah tinggal di tempat itu berkat adanya seorang ibu yang aktif mengumpulkan dan memajukan  ibu-ibu. Lebih-lebih Ujang, karena baik di kampung maupun di sekolah ia memiliki banyak kawan. Ia takut kalau di tempat baru kelak ia tidak merasa betah. Namun bila tidak ikut pindah, ia akan ikut siapa?. Bila ikut pindah, bagaimana suasana di tempat baru nanti?.  Ia takut pada bayangannya sendiri.
  • Rasa takut irasional atau fobia. Rasa takut ini mudah menular sehingga kadang-kadang tanpa alasan dan hanya karena pandangan saja, yang kemudia dilanjutkan dengan khayalan yang kuat dan dapat menimbulkan rasa takut.

Contoh :
Orang takut ular, binatang berbulu, atau takut lintah. Rasa takut seperti ini dapat kita tekan, sehingga berkurang, atau hilang sama sekali. Pengalaman ketika kecil dapat menjadikan anak takut akan sesuatu, seperti benda tajam, takut darah, dan sebagainya.
  • Rasa takut lain seperti rasa gugup, gagap, dan sebagainya.

Contoh :
Seseorang yang tidak bisa menyanyi atau bicara di depan umum, sekonyong-konyong diminta untuk menyanyi atau berpidato, ia akan gelisah, gemetar, dan hilang keseimbangan, sehingga sulit berbicara atau bernyanyi.
3) Kecemasan moral
Tiap pribadi memiliki bermacam-macam emosi, antara lain : iri, benci, dendam, dengki, marah,takut, gelisah, cinta, rasa kurang (inferiot).
Sifat seperti rasa iri, benci, dengki, dendam dan sebagainya adalah sifat yang tidak terpuji baik diantara sesama manusia, maupun dihadapan Tuhan. Dengan adanya sifat itu, seseorang akan merasa khawatir, takut, cemas, gelisah, dan putus asa.
Setiap orang memiliki emosi, dan emosi penting bagi kemajuan. Namun, emosi tidak terbendung akan menyebabkan perasaan–perasaan cemas, gelisah, khawatir, benci dan perasaan negatif lainnya. Perasaan itu demikian hebatnya, sehingga dapat mendesak dan mengusir pikiran-pikiran tenang, tentram, segar, dan damai.
Contoh :
Datuk Maringgih iri melihat kemajuan usaha Bagindo Sulaiman, ayah Siti Nurbaya. Hatinya selalu gelisah, takut usahanya akan mati, kalah bersaing. Karena itu, ia menyuruh orang agar membakar toko Bagindo Sulaiman.  (Siti Nurbaya – Marah Rusli).
  • Sebab – sebab orang gelisah

Bila dikaji, sebab–sebab orang gelisah adalah karena pada hakikatnya orang takut kehilangan hak–haknya. Hal itu adalah akibat dari suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam.
Contoh :
Bila ada suatu tanda bahaya (bahaya banjir, gunung meletus, atau perampokan), orang tentu akan gelisah. Hal itu disebabkan karena adanya bahaya yang mengancam akan hilangnya beberapa hak orang sekaligus, misalnya hak hidup, hak milik, hak memperoleh perlindungan, hak kemerdekaan hidup, dan mungkin hak nama baik. Misalnya kentongan yang dipukul terus–menerus dan bersaut–sautan makin lama makin dekat, membuat orang–orang gelisah. Apakah yang akan terjadi? Meskipun peristiwa belum ada, tetapi hal itu merupakan tanda bahaya.
  • Usaha – usaha mengatasi kegelisahan

Dalam mengatasi kegelisahan diperlukan nilai-nilai agama seperti bersifat qana’ah (berpikir positif). pertama–tama harus dimulai dari diri  sendiri, yaitu bersikap tenang. Dengan bersikap tenang, sehingga ketidaksabaran atau kecemasnnya dapat dikurangi dengan berdo’a kepada Tuhan serta berusaha keras untuk mengatasi hal yang membuatnya menjadi gelisah dan mungkin segala kesulitan dapat diatasi.
Contoh :
Dokter yang menghadapi anak atau istrinya yang sedang sakit, justru tidak dapat merasa tenang, karena ada ancaman terhadap haknya. Ia tidak dapat berbuat apa–apa bila menghadapi keluarganya yang sakit, karena ia merasa khawatir. Dalam hal ini ia harus bersikap seperti menghadapi pasien yang bukan keluarganya.
Cara lain untuk mengatasi kegelisahan, manusia diperintahkan untuk meningkatkan iman, takwa, dan amal shaleh. Seperti firman Allah SWT yang artinya : “sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir, apabila ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, tetapi bila mendapat kebaikan, ia amat kikir, kecuali orang–orang yang mengerjakan shalat, mereka yang tetap mengerjakan shalatnya, dan orang–orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu bagi orang miskin (yang tidak dapat meminta), dan orang– orang yang mempercayai hari pembalasan, dan orang–orang yang takut terhadap adzab Tuhannya ”. (Q.S. Al-Ma’aarij : 19-27)
Hanya dengan cara mendekatkan diri kepada Tuhan dan memasrahkan diri kepada Tuhan, maka hati gelisah manusia akan hilang. Mendekatkan diri bukan hanya dengan cara melalui hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga melalui hubungan horizontal dengan sesama manusia sebagaimana yang diperitahkan oleh Tuhan.
  • Kegelisahan Apa dan Mengapa?

Secara lentur, kegelisahan dapat dikatakan sebagai rasa tidak tentram, rasa selalu khawatir, rasa tidak tenang, rasa tidak sabar, cemas, dan semacamnya. Yang jelas kegelisahan berkaitan dengan rasa yang berkembang dalam diri manusia.
Sebagai fenomen universal, artinya mendera manusia manapun, kegelisahan bisa muncul akibat faktor penyebab yang berbeda–beda. Upaya mengidentifikasikan adanya berbagai macam kegelisahan atau kecemasan tidaklah semata–mata menjadi kapasitas dunia keilmuan, yang dalam konteks ini diwakili oleh pemikiran Freud, dokter Austria yang gema pengaruhnya mampu menembus disiplin–disiplin psikologi, psikiatri, sosiologi, antropologi, dan bahkan filsafat. Akan tetapi, dengan cara tutur yang berbeda, upaya identifikasi tersebut sudah dilakukan oleh seniman. Ini boleh jadi lantaran kegelisahan, boleh dibilang sebagai fenomena yang paling lengket dalam diri manusia.
Seniman memandang alam berbeda dengan pandangan seseorang yang bukan seniman. Kadang–kadang satu hal yang sepele menurut orang biasa, tetapi lewat garapan imajinasi seorang seniman menjadi lebih berarti. Namun demikian, satu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa setiap seniman adalah seorang pencari yang tak pernah menemukan. Dalam pencarian, ia gelisah mencari dan terus mencari. Ia mencari ke dalam alam fisik, terutama ke dalam alam rohani. Ia merambah waktu dan zaman dan ia membuka simpul–simpul kerahasiaan. Seperti manusia umumnya, seniman pun ditengah pencariannya selalu merasa gelisah. Merasa adanya ketidaktenangan  di tengah ketenangan yang dicarinya. Ini bisa dimengerti mengingat seniman bagaimanapun adalah bagian dari masyarakat yang juga memikirkan situasi masyarakat sekitarnya. Dalam dunia seni dan sastra, suatu kondisi objektif tidak hanya berpengaruh terhadap pesan–pesan yang ingin disampaikan seseorang melalui karya–karya seni dan sastranya. Akan tetapi lebih luas dari itu, bahkan kondisi–kondisi tertentu ikut berpengaruh terhadap proses kreativitas sang seniman.
Fenomen kegelisahan yang neurotik, sebagai buah dari gangguan kejiwaan, tidak jarang dialami, misalnya oleh mereka yang mengidap paranoia, suatu gejala kejiwaan yang senantiasa mendorong si penderita untuk gampang curiga, atau mereka – mereka yang mengidap phobia, suatu gejala ketakutan irrasional.
Sebagimana diketahui, setiap orang memiliki berbagai emosi, seperti misalnya iri, benci, marah, takut, cinta, rendah diri, dan lain sebagainya.  Sebenarnya, emosi penting bagi kemajuan manusia. Akan tetapi, apabila manusia tidak mampu membendung emosinya sendiri, tidak mampu mengendalikan emosinya sendiri, atau tidak ada keinginan untuk mengarahkan emosinya sendiri, justru bukan kemajuan yang akan menyebabkan timbulnya berbagai perasaan negatif seperti cemas, gelisah, khawatir,dan semacamnya.
Carlyle dalam buku on heroes, hero wor ship, and the heroic history membagi manusia menjadi dua kelompok. Yang pertama adalah para heroes, yaitu para pahlawan atau orang–orang besar. Dan yang kedua adalah orang–orang biasa. Hubungan kedua kelompok tersebut dengan kegelisahan ialah kelompok pertama adalah orang–orang yang diberi kelebihan oleh Tuhan untuk memimpin. Ada diantara mereka negarawan, seperti misalnya Napoleon, ada yang Nabi, seperti Muhammad SAW, dan ada pula yang intelektual, seperti misalnya Dante, Shakes Peare, dan beberapa filusuf lainnya. Mereka mempunyai kemampuan untuk membaca dunia dan mengetahui misteri kehidupan. Dengan adanya kemampuan inilah mereka gelisah. Mereka sendiri sering tidak tahu mengapa mereka gelisah. Mereka sering merasa hidupnya kosong dan tidak mempunyai arti. Mereka berusaha mengatur kehidupan orang lain untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Mereka berusaha untuk mengajarkan hakiki kebenaran kepada sesame manusia, dan mereka berusaha untuk menjabarkan misteri kehidupan yang tidak terlihat oleh orang lain, dan menumbuhkan suasana harmonis dari masing–masing ciri manusia yang bertentangan  dan saling menghancurkan. Disamping kegelisahan yang sudah disebut di atas, yaitu yang tidak diketahui sebabnya dan karena itu nampaknya tidak mempunyai dasar, dalam menjalankan tugas-tugas ini mereka juga ditimpa oleh kegelisahan lain, yaitu kegelisahan akan menemui kegagalan.
Kelompok kedua adalah orang–orang biasa, yang tidak mempunyai kemampuan seperti kelompok pertama. Mereka juga tidak terlepas dari kegelisahan, hanya saja kegelisahan mereka tidak sesyahdu kegelisahan pertama orang–orang besar. Dengan diberikan kesibukan, mungkin kegelisahan mereka akan hilang. Sebaliknya, pertama orang–orang besar mungkin tidak dapat dihapus dengan sekedar mencari kesibukan. Jiwa mereka pasti mencari–cari terus, sering tanpa mengetahui apa yang dicarinya.
B. Keterasingan
Keterasingan berasal dari kata terasing, asal kata dari kata dasar asing. Kata asing berarti sendiri, tidak dikenal orang, sehingga kata terasing berarti tersisihkan dari pergaulan, terpisahkan dari yang lain,atau terpencil. Jadi, keterasingan berarti hal-hal yang berkenaan dengan tersisihkan dari pergaulan, terpisah dari yang lain atau terpencil. Apapun makna yang kita lekatkan pada istilah keterasingan, yang jelas ia merupakan bagian dari hidup manusia. Sebagai bagian dari hidup manusia, sebagaimana juga kegelisahan, maka keterasingan pun memiliki sifat universal. Ini berarti bahwa keterasingan tidak pernah mengenal perbedaan manusia. Sebentar ataukah lama setiap orang akan pernah mengalami keterasingan ini, meskipun kadar atau penyebabnya berbeda-beda.
Contoh :
  1. Jaksa Penuntut Umum menganggap Tahir Bin Jarot sebagai keturunan penjahat. Ia menjadi penjahat, karena dalam darahnya mengalir darah penjahat. Ia sangat berbahaya, karena itu ia harus dibuang ke Nusa Kambangan selama 7 tahun. Di sana ia mengalami keterasingan.
  2. Murni gadis lincah, bebas, dan pandai bergaul. Kawannya banyak dan hilir mudik bergantian datang dan mengajak pergi. Pada suatu hari tersiar berita ia mendapat “kecelakaan”. Sejak itu ia tidak pernah menampakkan diri dan tak ada kawan yang hilir mudik datang berkunjung dan mengajak pergi. Ia menyembunyikan diri di kamar, malu keluar. Ia hidup dalam keterasingan.

Sebab – sebab keterasingan
Bila kita memperhatikan contoh (1) jelas bahwa Tahrir terasing karena mendapat hukuman. Mungkin setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan, ia kurang dapat diterima oleh masyarakat. sedangkan pada contoh (2), Murni tidak mau bergaul lagi dengan kawan-kawannya, hidup menyendiri, karena malu atas perbuatannya yang melanggar moral. Jadi, sebab-sebab hidup terasing itu bersumber pada :
  • Perbuatan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat, antara lain mencuri, bersikap angkuh atau sombong.

Sikap dan perbuatan seseorang tidaklah mesti sesuai dengan aspirasi orang lain, lebih-lebih dalam masyarakat yang beragam seperti masyarakat kita ini, bilamana ketidaksesuaian ini berkembang bisa diduga akan timbul jarak antara orang satu dengan lainnya. Ketidaksesuaian ini bisa jadi timbul lantaran seseorang menampakkan sikap dan perbuatan yang di mata orang lain negatif  seperti misalnya sombong, menganggap dirinya lebih tinggi, angkuh, kaku, pemarah, dan semacamnya.
Sikap yang sejenis dengan angkuh atau sombong ialah sikap kaku, pemarah, dan suka berkelahi. Sikap seperti itu menjauhkan kawan dan mendekatkan lawan. Orang segan berkawan dengan orang yang bersikap seperti itu, sebab takut terjadi konflik batin atau konflik fisik.
  • Sikap rendah diri.

Sikap rendah diri menurut Alex Gunur adalah sikap kurang baik. Sikap ini menganggap atau merasa dirinya selalu atau tidak berharga, tidak atau kurang laku, tidak atau kurang mampu di hadapan orang lain. Sikap ini disebut juga sikap minder. Jadi, bukan orang lain yang menganggap dirinya rendah, tetapi justru dirinya sendiri, tetapi juga tidak baik bagi masyarakat. Sikap rendah diri disebabkan antara lain kemungkinan cacat fisik, status sosial-ekonominya, rendah pendidikannya, dan karena kesalahan perbuatannya.
a. Keterasingan karena cacat fisik
Cacat fisik tidak perlu membuat hidup terasing karena itu adalah kehendak Tuhan. Namun, seringkali manusia memiliki jalan pikiran yang berbeda. Erasa malu anak atau cucunya cacat fisik, maka disingkirkannya anak tersebut dari pergaulan ramai, hidup dalam keterasingan.
b. Keterasingan karena sosial-ekonomi
Ekonomi kuat atau lemah adalah anugerah Tuhan. Orang tidak boleh membanggakan kekayaan dan tidak boleh pula merasa rendah diri karena keadaan ekonomi yang minim. Namun dalam kenyataan lain keadaannya, orang-orang yang tergolong lemah ekonominya seringkali merasa rendah diri. Akibatnya orang-orang kaya sering membanggakan kekayaannya, meskipun tanpa disengaja.
c. Keterasingan karena rendah pendidikan
Banyak juga orang yang merasa rendah diri karena rendah pendidikannya dan tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang yang berpendidikan tinggi dan banyak pengalaman.
Dalam pergaulan orang-orang yang berpendidikan rendah dan kurang berpengalaman biasanya menyendiri, mengasingkan diri karena merasa sulit menempatkan diri. Ingin bertanya takut salah,juga takut ditanya, takut jawabannya tidak benar. Akibatnya ia menjauhkan diri dari pergaulan.
Akan tetapi, orang seperti itu masih lebih baik dari pada mereka yang berlagak pintar dan akhirnya menjadi bahan tertawaan.
Contoh :
  1. Akil yang merasa berpendidikan rendah, tidak mau bercakap-cakap dengan tamu dalam pertemuan itu. Apalagi tamu-tamu itu sebentar-sebentar mempergunakan bahasa asing yang belum pernah didengarkannya. Ia merasa makin takut meskipun pakiannya tidak kalah dengan mereka karena pendidikan dan pengalamannya jauh lebih rendah dari mereka. Karena itu ia menghindarkan diri dan menyendiri saja.
  2. Lain halnya dengan Dodo, biarpun pendidikannya rendah, ia tidak perduli. Dalam pertemuan ia tanya sini tanya sana, sehingga tidak jarang membuat orang heran, sebab pertanyaan tidak dapat dimengerti sebaliknya bila ditanya lain pula jawabannya. Akhirnya ia kurang diperhatikan orang dan tersisihkan dari pergaulan.

d. Keterasingan karena perbuatannya
Orang terpaksa hidup dalam keterasingan karena merasa malu, dunia rasanya sempit, bila melihat orang, mukanya ditutupi. Itu semua akibat dari perbuatannya, yang tidak bisa diterima oleh masyarakat lingkungannya. Banyak perbuatan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat.
Contoh :
Selama ini Tn. Adi terkenal sebagai orang terhormat. Semua penduduk di wilayahnya mengenal siapa Tn. Adi, pegawai tinggi suatu instansi, ramah, dan dermawan. Tiba-tiba tersiar berita di koran bahwa Tn. Adi tersangkut korupsi milyaran. Dengan adanya berita itu, Tn. Adi tidak pernah keluar, apalagi bergaul. Setiap ada undangan tidak pernah datang. Ia mengurung diri di rumah, hidup dalam keterasingan.
3. Takut kehilangan hak.
Contoh :
  • Oyong mempunyai sifat pemarah, sebentar-bentar menantang orang dan mengajaknya berkelahi. Ia menganggap lawannya pasti kalah. Ia tak kenal istilah musyawarah, akibatnya semua teman-temannya perlahan-lahan menjauhinya, sehingga ia terasing dari pergaulan 
  • Dede seorang anak anggota militer. Setiap bertengkar dengan kawan-kawannya selalu membawa nama bapaknya, sehingga kawan-kawannya segan bergaul dengannya. Akibatnya ia tak berkawan, hidup hanya dengan keluarganya sendiri, ia hidup dalam keterasingan.

Jadi, bila kita renungkan, orang hidup dalam keterasingan karena takut kehilangan haknya. Seperti halnya Oyong yang merasa takut kehilangan hak nama baiknya. Ia merasa lebih dari orang lain, sehingga bila ada orang yang melebihinya, ia segera mengajaknya berkelahi. Demikian Marni, karena perbuatannya yang melanggar susila, ia takut kehilangan hak nama baiknya.
4. Kerinduan.
Kadang-kadang keterasingan disebabkan pula oleh rasa kerinduan yang begitu hebat baik terhadap keluarga, teman, suasana,atau bahkan terhadap suatu tempat. Adalah satu hal yang wajar apabila seseorang  yang berada jauh dari keluarga akan merasakan kerinduan yang begitu hebat terhadap keluarganya. Dalam kondisi yang demikian ini tidak heran kalau kemudian yang bersangkutan merasa terasing, kendatipun lingkungan sekitarnya mampu memenuhi kebutuhannya.
Usaha-usaha untuk mengatasi keterasingan
Keterasingan biasanya terjadi karena sikap sombong, angkuh, pemarah, kaku, rendah diri, atau karena perbuatan yang melanggar norma hukum. Untuk mengatasi keterasingan ini diperlukan kesadaran yang tinggi. Orang bersikap demikian karena menganggap semua yang mereka lakukan adalah benar.
Lain halnya dengan orang yang rendah diri. Orang yang mempunyai sifat ini biasanya sadar akan kekurangannya. Untuk meningkatkan harga diri, ia harus banyak belajar dan bergaul. Pergaulan itu dilakukan sedikit demi sedikit dan terus meningkat, sehingga akhirnya menjadi biasa.
C. Kesepian
Kesepian berasal dari kata sepi, artinya sunyi, lengang, tidak ramai, tidak ada orang atau kendaraan, tidak banyak tamu, tidak banyak pembeli, tak ada apa-apa, dan sebagainya. Kesepian adalah keadaan sepi atau hal sepi.
Contoh :
  1. setelah anaknya yang telah menikah itu memiliki rumah sendiri, ibu Hadi merasa kesepian. 
  2. Setelah tembakan gencar itu berhenti, jalan-jalan tampak sepi. Orang-orang takut keluar, bahkan suara deru mobil pun tak kedengaran.
  3. karena pak Parman dan ibu Parman kurang bergaul, ditambah keadaan hari itu hujan lebat, maka resepsi perkawinan anaknya sepi, tamu kurang sekali.

Setiap orang pernah mengalami kesepian, karena kesepian merupakan bagian hidup manusia. Lama atau sebentar perasaan kesepian ini bergantung kepada mental orang dan kasus penyebabnya.
Sebab-sebab terjadinya kesepian
Bermacam-macam penyebab terjadinya kesepian. Salah satunya adalah frustasi. Orang yang frustasi tidak mau diganggu,ia lebih senang dalam keadaan sepi, tidak suka bergaul, dan sebagainya. Ia lebih senang hidup sendiri.
Contoh :
Pangeran Sidharta, putra raja Kapilawastu, meninggalkan istana, tempat kemewahan, keramaian, dan keindahan. Karena frustasi menyaksikan kontradiksi keadaan diluar istana yang penuh penderitaan, maka ia meninggalkan istana dan pergi ke hutan ke tempat yang lebih sunyi untuk mencari hakikat hidup.
Bila kita perhatikan sepintas lalu mungkin keterasingan dan kesepian hampir serupa, tetapi sebenarnya tidak sama, walaupun keduanya ada hubungannya. Perbedaan antara keduanya hanya terletak pada sebab akibat.
Kesepian merupakan akibat dari keterasingan dan keterasingan sebagai akibat sombong, angkuh, kaku, keras kepala, sehingga dijauhi kawan-kawan sepergaulan. Akibatnya, orang yang dijauhi itu hidup terasing, terpencil dari keramaian hidup sehingga mereka merasa kesepian.
D. Ketidakpastian
Ketidakpastian berasal dari kata tidak pasti artinya tidak menentu (pikirannya) atau mendua, atau apa yang dipikirkan tidak searah dan kemana tujuannya tidak jelas. Itu semua akibat pikirannya yang tidak dapat konsentrasi. Ketidakkonsentrasian itu disebabkan oleh  berbagai sebab, yang paling utama adalah kekacauan pikiran. Ketidakpastian atau ketidaktentuan adalah bagian hidup manusia. Setiap orang hidup pasti pernah mengalaminya. Bahkan anak kecil sekalipun pernah mengalaminya, misalnya, ketika anak kecil ditinggalkan ibunya, ia menangis kebingungan. Kebingungan itu menunjukan adanya ketidakpastian, seperti anak ayam yang kehilangan induknya.
Menurut Siti Meichati dalam bukunya Kesehatan Mental menerangkan beberapa penyebab seseorang tak dapat berpikir dengan pasti. Sebab-sebab itu ialah :
1. Obsesi
Obsesi merupakan gejala neurose jiwa, yaitu adanya pikiran atau perasaan tertentu yang terus-menerus, biasanya tentang hal-hal yang tak menyenangkan, atau penyebab lain yang tidak diketahui oleh penderita. Misalnya selalu berpikir ada orang yang ingin menjatuhkan dia.
Contoh :
Seorang pedagang yang maju pesat, pada suatu saat berpikir olehnya ada kswan yang ingin menjatuhkannya. Pikirannya itu semakin menjadi-jadi, apalagi setelah ia mengalami kerugian.
2. Phobie
yaitu rasa ketakutan yang takterkendalikan atau tidak normal terhadap sesuatu hal atau kejadian, tanpa diketahui sebab-sebabnya.
Contoh :
Orang yang takut terhadap tempat yang tinggi. Secara tidak sengaja, ia terus menelusuri jalan mendaki. Sesampainya di puncak ketinggian, ia ketakutan luar biasa.
3. Kompulasi
Ialah adanya keraguan yang sangat mengenai apa yang telah dikerjakannya, sehingga ada dorongan yang tidak disadari untuk selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang serupa berulang kali.
Contoh :
Keinginannya mengambil barang orang (mencuri), padahal barang itu tidak bermanfaat baginya, dan ia mampu andaikata ingin membelinya.
4. Histeria
Ialah neurose jiwa yang disebabkan oleh tekanan mental kekecewaan, pengalaman pahit yang menekan, kelemahan syaraf, tidak mampu menguasai diri, atau sugesti dari sikap orang lain.
Contoh :
Neneng, seorang gadis yang cukup manis, suatu hari melihat pacarnya berjalan-jalan dengan seorang gadis yang belum pernah dikenalnya. Rasa cemburu berkecamuk di hatinya dan setibanya di rumah dia beteriak histeris.
5. Delusi
Menunjukan pikiran yang tidak beres, karena berdasarkan keyakinan palsu. Tidak dapat memakai akal sehat, tidak ada dasar kenyataan dan tidak sesuai dengan pengalaman.
Delusi ini ada tiga macam, yaitu :
  • Delusi persekusi : menganggap adanya keadaan yang jelek di sekitarnya. Akibatnya, banyak orang menjauhinya.
  • Delusi keagungan : menganggap dirinya orang penting dan besar. Orang seperti ini biasanya gila hormat dan menganggap orang di sekitarnya tidak penting. Akibatnya, semua orang menjauhinya. Jadi, hampir sama dengan delusi persekusi.
  • Delusi melancholis : merasa dirinya bersalah, hina dan berdosa. Hal ini dapat mengakibatkan buyutan atau dikenal dengan nama delirium tremens., hilangnya kesadaran dan menyebabbkan otot-otot tak terkuasai lagi. Ia kehilangan ingatannya sama sekali, mengalami tensi tinggi dan mengingat sesuatu yang belum pernah dialami..

6. Halusinasi
Khayalan yang terjadi tanpa rangsangan pancaindera. Seperti para prewangan (medium) dapat digolongkan pada pengalaman halusinasi. Dengan sugesti diri, orang dapat juga berhalusinasi. Halusinasi buatan, misalnya dapat dialami oleh orang yang mabuk atau pemakai obat bius. Kadang-kadang karena halusinasi, orang merasa mendapat tekanan-tekanan terhadap dorongan-dorongan itu menemukan sasarannya. Ini tampak pada perbuatan-perbuatan penderita (penderita itu dapat menyadari perbuatannya itu, tetapi tidak dapat menahan rangsangan khayalan sendiri).
Contoh :
Atang memang seorang peminum. Bila sedang marah, ia makin banyak minumnya sehingga mabuk dan mengoceh (berbicara) tidak menentu.
7. Keadaan emosi
Dalam keadaan tertentu, seseorang sangat dipengaruhi oleh emosinya. Jika emosi telah menguasai keseluruhan pribadinya, ia akan mengalami gangguan nafsu makan, pusing-pusing, muka merah, nadi cepat, keringat, tekanan darah tinggi/lemah. Sikapnya bisa apatis atau bisa juga terlalu gembira dengan melampiaskan dalam gerakan-gerakan lari-larian, menyanyi, tertawa atau berbicara. Sikap ini dapat pula berupa kesedihan menekan, tidak bernafsu, tidak bersemangat, gelisah, resah, suka mengeluh, tidak mau berbicara, diam seribu bahasa, atau termenung menyendiri. Orang seperti ini tidak mungkin dapat berpikir dengan tenang dan baik.
Untuk mengatasi atau menghilangkan pikiran yang kacau itu perlu mencari penyebabnya. Andaikata telah diketahui penyebabnya, namun kekacauan pikiran tersebut tidak hilang, penderita perlu diajak ke psikolog.
E. Manusia dan Kegelisahan
Gelisah tergolong penyakit batin, istimewanya penyakit ini dapat menyerangsiapa saja, dari golongan apa, dan bangsa apapun. Bila dibandingkan dengan rasa takut, daerah operasinya lebih luas. Sebab orang yang pemberani, tak mungkin diserang oleh rasa takut. Atau orang yang mempunyai obat penangkal takut juga tidak akan dijamahnya. Umpama orang yang pernah mengerjakan perbuatan salah sudah pasti tidak akan takut untuk dituntut. Begitu pula seorang yang kaya, pasti tidak akan takut kelaparan, dan sebagainya. Tetapi walaupun benar, kaya, pandai, jujur, dan sebagainya pasti akan dilanda perasaan gelisah.
Penyakit hati yang satu ini berbeda dengan penyakit-penyakit yang ada di dalam tubuh kita. Sebab tiada kuman seperti penyakit biasa, obatnya pun tidak ada yang menjualnya. Kuman-kuman penyakit batin tak akan dapat dilihat dengan mikroskop, yang dapat melihat adalah hanya matahati orang bersangkutan. Jawaban yang paling tepat dengan penyakit yang satu ini adalah kita kembali kepada “iman”. Jelasnya bila iman seseorang itu tebal maka tidak akan kejangkitan penyakit atau perasaan gelisah. Sebab orang yang beriman kuat selalu ingat kepada Tuhan. Orang yang imannya kuat yakin benar bahwa apa yang akan terjadi atas dirinya itu sudah ada dalam suratan Tuhan. Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya : “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tidak ada yang mengetahuinya selain Dia ; dan Dia mengetahui apa-apa yang ada di lautan ; dan tiada sehelai daun pun yang gugur, melainkan sepengetahuan Dia ; dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau kering, melainkan sudah tertulis dalam kitab yang nyata.” (Q.S. Al-An’am : 59). Disamping itu pula agar seseorang tidak menjadi gelisah, marilah kita selalu mengingat akan firman Allah yang tersirat dalam Al-Qur’an, surat Ar-Ra’d, ayat 28 yang artinya : “ketahuilah bahwa hanya dengan selalu mengingat Allah hati akan menjadi tenang tentram.”
 
 

0 komentar:

Posting Komentar